Mencari refrensi yang relevan

Nama: Muhamad Ibad Fanani

Kelas: R3I

NPM: 202246500681

Mata Kuliah : Filsafat Seni


1. PATUNG PRIMITIF BATAK 

Teori/Pendekatan : Langer

Analisis :

Susanne Langer dalam bukunya Problems of Art menjelaskan bahwa perbedaan antara simbol seni dan simbol yang digunakan dalam seni bukanlah hanya pada fungsinya, namun juga dalam hal macamnya. Simbol seni merupakan simbol dalam pengertian yang agak khusus, karena menyajikan beberapa fungsi simbolik, walaupun tidak seluruhnya, khususnya tidak berarti sesuatu yang lain atau menunjuk pada sesuatu yang terpisah dengannya. Sesuai defenisi simbol yang umum, sesuatu karya seni sebaiknya tidak digolongkan sebagai simbol semata-mata. Menurut Langer, simbol seni tidak menandakan sesuatu tetapi hanya mengartikulasikan dan menjanjikan emosi yang dikandungnya Simbol muncul ketika manusia sedang belajar dalam arti menemukan suatu hal yang baru. Demikian juga dalam kreavifitas bidang kesenian senantiasa mencari bentuk-bentuk ekspresi baru, apakah itu dalam bentuk syair, lukisan, bangunan, patung dan lainnya. Karya seni inilah yang dikatakan simbol dari ekspresi itu, simbol dari yang metafisis.

Kesimpulan :

Simbol dalam pengertian khusus merupakan pengertian bentuk, karenanya tidak bisa terisi dengan semua fungsi dari simbol yang sebenarnya. Hal ini merumuskan dan mengobjektifikasikan pengalaman bagi persepsi intelektual secara tepat, atau intuisi, namun tidak mengabstraksikan suatu konsep bagi pemikiran dialogis.

sedangkan perbandingan dengan artikel saya mengenai Lukisan One: Number 31, 1945 Langer lebih berfokus pada sifat simbolis seni dan bahasa, melihat simbol sebagai sesuatu yang penting untuk mengekspresikan emosi dan pengalaman manusia sedangkan seorang pelukis One: Number 31, 1945 Jackson Pollock menggunakan simbol lebih secara implisit dalam lukisan tetesnya, menekankan tindakan melukis itu sendiri sebagai bentuk ekspresi daripada mengandalkan simbol yang dapat dikenali dan Langer menekankan aspek kognitif simbolisme, sementars Pollock lebih tentang penciptaan seni yang spontan dan visceral.

2. Representasi sosok ibu dalam lukisan abstrak ibu dan anak

Teori/pendekatan : C.S Pierce

Analisis : 

Analisis semiotik mengenai lukisan karena adanya suatu pembentukan pemahaman akan makna dari lukisan abstrak Ibu dan Anak yang timbul dan tercipta atas dasar jiwa seorang pelukis yang tentu punya seorang ibu yang begitu sangat dikasihi. Pelukis ingin menuangkan perasaannya tersebut ke atas kanvas karena seorang seniman selalu dengan cara berkarya untuk menunjukkan pencitraannya.  Dalam lukisan abstrak, menurut informan penelitian, siapapun orang yang pertama kali melihat lukisan abstrak mempunyai pengertian masing-masing tentang gambar atau objek apa yang digunakan pelukis ke dalam lukisan abstraknya. Seperti background pada lukisan abstrak Ibu dan Anak ini orang dapat menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah tempat, bisa ruangan terbuka atau ruangan tertutup (kamar, ruang tamu dan lain sebagainya). Dalam lukisan abstrak Ibu dan Anak ini pelukis tidak mengutamakan background sebagai tempat dimana ibu tersebut sedang menggendong anaknya tetapi lebih memunculkan karakter seorang ibu dalam lukisan abstraknya

Kesimpulan :

Penerapan teori segitiga semiotik C.S Pierce menunjukan bahwa lukisan (Lukisan Abstrak Ibu dan Anak Karya Agung) adalah suatu tanda yang berhubungan langsung dengan objeknya yaitu gambar lukisan yang ditimbulkan pada saat pembuatan karya lukis ini dan atas pengolahan ide dan emosi dalam diri pelukis pada saat pengumpulan simbol-simbol yang terdapat pada lukisan abstrak Ibu dan Anak. Bentuk lukisan abstrak Ibu dan Anak ini dengan menyisipkan ikon (Symbol) yang menimbulkan interpretant dari pembuat karya lukis sebagai suatu bentuk dari penggunanya yang mewakili emosinya pada saat pembuatan karya lukis

Perbandingan dengan artikel saya yaitu Lukisan One: Number 31, 1945 Lukisan Ibu dan anak mungkin mengandung simbol-simbol seperti warna, pose, dan ekspresi wajah yang dapat diartikan melalui lensa semiotika untuk menggambarkan hubungan emosional antara ibu dan anak. Sementara "One: Number 31" cenderung lebih abstrak, dan analisis semiotika dapat lebih terfokus pada elemen visualnya, seperti garis, warna, dan komposisi, untuk mengungkapkan pesan atau emosi yang ingin disampaikan oleh seniman.

3. Representasi Depresi dalam film Loving Vincent

https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/sldrts/article/view/8089/4832

Teori/Pendekatan : John Fiske

Analisis :

Dari pengelompokan pokok temuan sesuai dengan pendekatan analisis yang dinyatakan oleh John Fiske, peneliti menemukan wujud representasi depresi pada level realitas, level representasi, dan level ideologi. Dalam level realitas unsur gerakan dan ekspresi, ditemukan beberapa hasil yang menunjukkan gambaran depresi yang dialami oleh karakter Vincent Van Gogh berupa rasa frustasi atau rasa jengkel, kecewa akibat terhalangnya proses dalam mencapai tujuan, penolakan dari lingkungan sekitar, gagal dalam pekerjaan, beban yang muncul dari akumulasi permasalahan kehidupan, rasa sedih yang mendalam dan penyesalan sejak masa kecil hingga dewasa. Rasa frustasi, kecewa, penolakan, dan kesedihan yang terjadi secara berulang kali menyebabkan akumulasi dan menjadi puncak stress yang dapat mempengaruhi perilaku dan kualitas kehidupan dari seseorang . Hasil ini diperoleh dengan meneliti beberapa adegan yang menampilkan konflik antara karakter.

Kesimpulan : 

Dalam film Loving Vincent, representasi depresi disajikan melalui gambaran berupa konflik yang dialami oleh karakter Vincent Van Gogh dalam beberapa adegan. Konflik yang diteliti menggambarkan keadaan, tindakan, pikiran dan perasaan dari Van Gogh yang memperburuk kondisi kesehatan mentalnya.

Perbandingan dengan artikel saya yaitu lukisan One: Number 31, 1945 dengan film "Loving Vincent" dia memvisualisasikan depresi melalui penggunaan warna dan teknik lukisan van Gogh yang terkenal, seperti goresan kuas tebal dan palet warna yang khas. Cerita filmnya juga menggambarkan perjuangan psikologis van Gogh. sementara lukisan "One: Number 31, 1945" tidak menggambarkan figur manusia atau objek yang jelas, tetapi melibatkan goresan dan percikan cat yang eksperimental. Depresi dapat dirasakan dalam kekacauan visual yang mungkin mencerminkan kekacauan emosional Dengan kata lain, "Loving Vincent" menggunakan narasi visual dan warna untuk menyampaikan depresi, sementara "One: Number 31, 1945" melibatkan komposisi abstrak dan gestur yang melibatkan penonton dalam interpretasi emosional. Meskipun pendekatan yang berbeda, keduanya memberikan ruang bagi penonton untuk meresapi dan merenungkan pengalaman emosional yang mendalam.

4. Lukisan Pemandangan: Teknik Spon dalam karya seni lukis jelekong

ejurnal.pps.ung.ac.id

Teori/Pendekatan : Sukapura Dewi

Analisis:

Lukisan pemandangan dengan teknik spon dalam karya seni lukis Jelekong menunjukkan keunikan dalam penggunaan alat dan media. Teknik spon ini mungkin menciptakan tekstur yang menarik dalam elemen seperti langit, air, atau daun. Meskipun demikian, evaluasi kualitas seni tetap subjektif, dan apresiasi tergantung pada preferensi individu terhadap ekspresi seni tersebut.

Kesimpulan : 

lukisan pemandangan dengan teknik spon dalam karya seni lukis Jelekong menunjukkan sentuhan yang unik dalam menciptakan atmosfer. Meskipun karya ini memiliki daya tarik tersendiri 

Perbandingan dengan artikel saya lukisan "One: Number 31, 1945" karya Jackson Pollock menunjukkan perbedaan gaya yang signifikan. Lukisan Jelekong lebih cenderung menggambarkan alam dengan detail dan warna yang halus, sementara karya Jackson Pollock menonjolkan ekspresi gerakan dan abstraksi yang lebih kuat melalui teknik drip painting. Dalam perbandingan ini, perbedaan gaya dan pendekatan artistik.

5. Representasi Kearifan Lokal Pada Lukisan Borobudur dan Bedaya Ketawang Karya Srihadi Soedarsono

download.garuda.kemdikbud.go.id

Teori/Pendekatan : Citra Smara Dewi

Analisis : 

Lukisan Borobudur menggambarkan kompleks candi Buddha tersebut dengan detail arsitektur dan ornamen, sementara Bedaya Ketawang mengekspresikan keelokan tarian tradisional Jawa. Srihadi Soedarsono dengan cermat memadukan elemen-elemen lokal seperti motif batik, pola ukir tradisional, dan nuansa warna yang khas, menciptakan karya seni yang menghormati warisan budaya Indonesia. Melalui lukisannya, ia merayakan keagungan sejarah dan kehidupan masyarakat, serta menghadirkan keindahan estetika yang mendalam serta untuk memahami bagaimana seniman menggunakan seni sebagai medium untuk memperkuat identitas budaya, meresapi kearifan lokal, dan menjaga warisan sejarah.

Kesimpulan : 

kepiawaian seniman dalam meretas kedalaman makna budaya Indonesia melalui medium lukisan. Representasi kearifan lokal, seperti yang terlihat pada motif, warna, dan elemen tradisional, menghadirkan karya seni yang merayakan sejarah dan keindahan budaya Indonesia.

Perbandingan mengenai artikel saya yaitu lukisan "One: Number 31" karya Jackson Pollock, One: Number 31 terlihat kontrast yang mencolok. Sementara lukisan Srihadi Soedarsono menghadirkan kearifan lokal dengan rinci dan simbolis, dan lukisan Jackson Pollock justru mengusung abstraksi ekspresif yang minim representasi objektif.

6. LUKISAN PRASEJARAH GUA LEANG-LEANG KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN: KAJIAN SIMBOL S. K. LANGER

https://journal.uny.ac.id/index.php/imaji/article/view/13886

Teori/Pendekatan : Langer

Analisis :

Lukisan di gua Leang-Leang merupakan salah satu artefak budaya sebagai bukti kekayaan dan simbol peradaban manusia. Lukisan merupakan abstraksi ide-ide, religi mitis, dan sumber pandangan hidup masyarakat prasejarah. Makna simbol lukisan mampu membongkar dan menjelaskan ide-ide tentang religi, interaksi sosial, estetik, dan pandangan hidup masyarakat prasejarah. Melalui teori estetika simbolis S. K. Langer merupakan simbol ekspresi. Karya seni merupakan simbol seni secara khusus. Lukisan prasejarah gua Leang-Leang sebagai karya seni merupakan simbol seni itu sendiri. Lukisan merupakan simbol presentasional, makna simbolnya harus dilihat dari keseluruhan bukan parsial. Bentuk ekspresi inilah disebut karya seni yang merupakan proyeksi dari gejolak perasaan. Lukisan prasejarah gua Leang-Leang adalah virtual space, atau gambaran dari mitos-mitos yang dipercayai dalam kehidupan masyarakatnya penafsiran simbol-simbol seperti gambar-gambar manusia, hewan, atau objek tertentu. Langer berfokus pada pemahaman simbol-simbol sebagai representasi nilai-nilai budaya, kepercayaan, atau mungkin aspek spiritual dalam masyarakat prasejarah.

Kesimpulan :

Lukisan prasejarah merupakan simbol ekspresi dan bentuk hidup (living form). Lukisan prasejarah adalah suatu bentuk simbol ekspresi yang diciptakan bagi persepsi masyarakat pendukungnya lewat pencitraan. Hal yang diekspresikan adalah perasaan manusia prasejarah yang mampu menangkap fenomena alam yang sulit untuk diungkapkan.

Perbandingan dengan artikel saya One: Number 31, 1945 adalah karya seni abstrak ekspresionis yang berbeda secara signifikan dengan lukisan prasejarah di Gua Leang-Leang. Gua Leang-Leang mencerminkan seni rupestrian prasejarah dengan simbol-simbol yang mungkin memiliki makna ritual atau mitologis, sementara One: Number 31, 1945 adalah representasi ekspresionis yang lebih bebas, tidak menampilkan gambar yang mudah diidentifikasi.

7. ANALISIS ESTETIS LUKISAN KACA CIREBON TEMA SEMAR DAN MACAN ALI

https://www.neliti.com/publications/179972/analisis-estetis-lukisan-kaca-cirebon-tema-semar-dan-macan-ali

Teori/Pendekatan : Bohanna & Glazer

Analisis : 

Lukisan kaca merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kebudayaan Cirebon. Kebudayaan sendiri merupakan totalitas dari pengalaman manusia. Menurut Bohanna dan Glazer (1988), kebudayaan atau peradaban diambil dalam pengertian etnografi yang luas adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kapabilitas dan kebiasan-kebiasaan lainnya yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sendiri tidak bersifat statis, karena berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun luar, kebudayaan menjadi bersifat dinamis dan tidak terlepas dari perubahan-perubahan.

Kesimpulan :

pada dasarnya lukisan kaca Cirebon adalah salah satu bentuk seni kerajinan. Kesan simetris yang masih bisa ditemui pada lukisan kaca Cirebon berangkat dari filosofi Islam yang mengangkat kesempurnaan. Seni kerajinan ini sifatnya turun temurun dan memiliki ciri khas daerah dengan tema-tema dan obyek-obyek visual yang dibuatnya.

Perbandingan dengan artikel One: Number 31 adalah penggunaan warna, komposisi, dan teknik ekspresionis dalam keduanya dapat memberikan wawasan tentang perbedaan dan persamaan dalam ekspresi artistik mereka. Lukisan kaca Cirebon mungkin menunjukkan pengaruh budaya lokal, sementara karya Jackson Pollock cenderung lebih abstrak dan individualistik dalam pendekatan seni ekspresionis abstraknya.

8. Analisis Karya seni lukis Yusrul Sami

http://repository.unp.ac.id/45272/

Teori/Pendekatan : Edmund Burke Feldman & Vera L. Zolberg

Analisis : 

Yasrul Sami dalam melukis menghadirkan objek yang tidak biasa terdiri dari bentuk geometris sederhana, huruf, dan angka. Setiap seniman memiliki kecenderungan di dalam proses berkarya, Yasrul Sami dengan pengamatan luar biasa dan spontanitas yang ia miliki mampu menciptakan sebuah karya abstrak hampir pada keseluruhan karyanya Kecenderungan Yasrul Sami dalam melukis abstrak yang menghadirkan simbol angka dan huruf yang tidak biasa ini menjadi pemicu ketertarikan peneliti dalam meneliti karya-karya abstrak seni lukis Yasrul Sami.

Kesimpulan :

Yusrul Sami cenderung menghadirkan karya seni lukis dengan pendekatan yang lebih representatif dan terkait dengan nuansa lokal atau pesan personal. sementara perbandingan dengan artikel saya lukisan "One: Number 31, 1945" karya Jackson Pollock lebih menonjolkan gaya abstrak ekspresionis yang menciptakan gerakan dan energi melalui teknik percikan cat dan goresan acak. Perbedaan ini mencerminkan variasi dalam pendekatan seni, dari representasional hingga abstrak, serta tujuan ekspresif dan estetika yang berbeda di antara keduanya

9. Analisis makna warna lukisan pada karya WADJI M.S di Sukodono Sidoarjo

https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/racana/article/view/7015/4668

Teori/Pendekatan : Rustarmadi

Analisis : 

karya lukis Wadji M.S mempunyai karakter yang memberikan kesan menarik pada sang penikmat dan belum adanya pnelitian yang relevan tentang warna pada lukisan Wadji Iwak Penalaran pada konsepsi tebuah kehidupan ia tuangkan pada sebuah kanvas yang bertajuk lukisan menjadi karya yang sangat menarik sekaligus mempesona, dan cukup bisa diperbincangkan, dan juga bertujuan untuk memperkenalkan serta memberikan informasi yang tepat pada penikmat seni yang lainnya. Mungkin juga pada kesempatan ini sang penukis bisa berfikir tentang apa yang difikirkan oleh sang seniman dan merangkum berbagai hal apa yang difikirkan oleh sang seniman (Wadji Iwak) melalui karya-karyanya.

Kesimpulan :

Warna yang digunakan dalam berkarya lukis seorang Wadji Iwak juga menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang konsisten dalam berkarya, warna yang menjadi andalannya adalah warna RGB atau bisa di sebut Merah, Hijau, Biru. Sebuah warna sederhana yang bisa menyulap karya-karyanya menjadi karya yang istimewa. Dari segi makna, beberapa warna yang di gunakan tersebut menurut seorang Wadji Iwak tidak memiliki begitu banyak arti atau filosofi tersendiri,ia hanya menuangkan isi hati, begitulah ujarnya. menurut penulis ini sebuah keistimewaan seorang Wadji Iwak seorang pelukis sejuta inspirasi

 Perbandingan antara lukisan WADJI M.S  dengan artikel saya mengenai lukisan One: Number 31, 1945 karya Jackson Pollock menunjukkan perbedaan dalam konteks lokal dan global, penggunaan warna yang terkait dengan budaya tertentu, serta pendekatan artistik yang mencerminkan ekspresi emosional personal dan universalitas.

10. Analisis Tanda dalam karya seni grafis Reza Satra Wijaya

https://journals.telkomuniversity.ac.id/rupa/article/view/3737/1667

Teori/Pendekatan : Charles Sanders Peirce

Analisis : 

Konsep visual karya ini menggunakan permainan catur yang merupakan permainan adu taktik dan strategi, namun dalam penyajiannya ada diskursus baru (new discourse) yang dihadirkan oleh seorang Reza di dalam karyanya. Karya ini sudah dipamerkan di lobi gedung Hoerijah Adam dalam pameran Tugas Akhir mahasiswa jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Bentuk visual yang ditampilkan dalam karya ini cukup mencuri perhatian penulis karena digarap sebaik mungkin dan dapat dijadikan acuan dalam perkembangan seni grafis di Sumatera, khususnya dalam dunia akademik Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Di sisi lain, si seniman sangat memperhatikan aspek-aspek prinsip penyusunan rupa dalam melahirkan karya ini, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh (unity). Pesan simbolik yang terkandung di dalam karya ini cukup menarik untuk di telusuri, melalui karya ini si seniman mencoba memberikan kritikan dengan harapan mampu mengubah tatanan baru yang lebih baik untuk negeri ini

kesimpulan : 

Wujud sebuah karya seni bukan sekedar persoalan menyusun elemen-elemen rupa berdasarkan prinsip penyusunan, akan tetapi persoalan lain yang jauh lebih penting adalah bagaimana tanda berupa pesan simbolik yang ingin disampaikan siseniman melalui karyanya. Struktur tanda yang ada dalam karya seni grafis ini mencoba melahirkan diskursus baru dengan mengaitkan satu objek dengan objek lainnya. Ekspresi yang dituangkan ke dalam medium seni merupakan suatu kebaruan dan belum pernah terumuskan sama sekali melalui kode-kode yang ada. Dengan segala kemampuannya siseniman melahirkan tanda-tanda baru di dalam karyanya dengan cara mengaitkan suatu objek dengan objek lainnya berdasarkan suatu aturan yang berlaku secara umum (konvensi)

Perbandingan dengan artikel saya karya Reza Sastra Wijaya cenderung menggunakan teknologi digital dalam karyanya, sementara Lukisan One: Number 31 adalah karya lukisan tradisional yang memperlihatkan gerakan dan ekspresi spontan melalui tumpahan cat

11. Analisis Estetika pada Karya Seni Patung Dolorosa Sinaga

Teori/Pendekatan : Monroe Bardsley

Analisis :

Karya Dolorosa ini merupakan karya tiga dimensi atau karya seni patung. Karya patung Dolorosa yang ditampilkan di atas menggunakan tekstur kasar, sehingga mampu membangun sebuah dinamika dan mempu menghadirkan suasana sedih, prihatin dan penuh penderitaan, hal ini terlihat jelas dari keseluruhan karya. Pada karya ini Dolorosa tidak ragu-ragu mengekspresikan perasaannya sesuai dengan realita yang terjadi di lingkungannya. Realita itu tergambar jelas dari karya seni patungnya yang bersifat ekspresif. Media yang digunakannya juga merupakan media yang memiliki kualitas ketahanan tinggi yakni perunggu. Dolorosa sendiri merupakan keturunan dari suku Batak yang memiliki kekerabatan patrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan bapak (laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Dengan latar belakang seperti ini Dolorosa mengungkapkannya melalui karya seni patung yang bersifat ekspresif. Hal ini yang nantinya di analsis dengan pendekatan interpretasi.

Kesimpulan :

Kesatuan yang membentuk sebuah karya seni yang baik dan indah tidak terlepas dari unsur-unsur yang membangunnya yakni garis, bidang, warna, tekstur, dan lain sebgainya, kesemuanya itu disusun berdasarkan asas penyusunan dengan mempertimbangkan harmoni, keselarasan, dan keseimbangan. Pada karya yang dihadirkan Dolorosa Sinaga di atas, nampaknya Dolorosa sudah memahami hal tersebut sehingga karya yang dihadirkan mempunyai kesatuan yang utuh, bervariasi, dan tidak menoton. 

Perbandingan dengan artikel saya pengamatan terhadap elemen-elemen seperti bentuk, warna, tekstur, dan ekspresi artistik. Patung cenderung menekankan dimensi tiga, sementara lukisan dapat mengeksplorasi ruang dua dimensi. Dolorosa Sinaga mungkin mengekspresikan estetika melalui bentuk tubuh dan ekspresi wajah, sementara Lukisan "One: Number 31" bisa menonjolkan estetika melalui penggunaan warna dan komposisi. Yang satu mungkin lebih fokus pada realisme anatomi, sementara yang lain mungkin lebih mengutamakan abstraksi dan ekspresi.

12. ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA MOTIVASI PADA LIRIK LAGU “LASKAR PELANGI” KARYA NIDJI

ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id

Teori/Pendekatan : Ferdinand de Saussure

Analisis : 

Lagu yang diteliti adalah lirik lagu yang berjudul “Laskar Pelangi”, lagu ini terdapat dalam album ketiga Nidji yang berjudul “For All”. Seperti yang telah tertulis di atas bahwa lagu-lagu dalam album ketiga mereka ini terdapat makna yang ingin disampaikan yaitu makna motivasi dalam bermimpi, Lirik lagu "Laskar Pelangi" karya Nidji menciptakan makna motivasi melalui semiotika dengan menggambarkan semangat, keberanian, dan kegigihan. Simbol pelangi mewakili harapan dan cita-cita, sementara "laskar" menunjukkan semangat juang. Metafora pelangi yang memecah kegelapan dapat diartikan sebagai mengatasi kesulitan dalam mencapai tujuan. Bahasa poetik dalam lirik menciptakan daya tarik emosional, memotivasi pendengar untuk mengejar impian meski dihadapkan pada tantangan.

Kesimpulan :

makna dalam lirik lagu Nidji yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Laskar Pelangi”. Peneliti menemukan adanya cerita dibalik lirik lagu tersebut, tentunya bercerita tentang motivasi dalam menggapai mimpi,motivasi yan tercermin dari bait pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan–angan yang dicita–citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan menaklukkan dunia

Perbandingan dengan artikel saya keduanya memerlukan pendekatan yang berbeda karena medium yang berbeda pula. Lirik lagu lebih terkait dengan kata-kata dan musik, sementara lukisan fokus pada elemen visual

13. Analisis Konsep Penciptaan Seni Lukis Kaligrafi Islami Karya Ahmad Mustofa Bisri

Teori/Pendekatan : Nana Syaodih Sukmadinata

Analisis :

Pada proses penciptaan karya Seni Lukis Kaligrafi Islami, KH Ahmad Mustofa Bisri lebih cenderung mengedepankan pengungkapan isi hati dan dorongan hati. Sehingga dorongan tadi memicu penemuan ide – ide baru dalam penentuan obyek pada karya. Proses penentuan obyek juga dilakukan dengan pertimbangan tentang bagaimana menyampaikan dzikir dan doa kebaikan dalam sebuah tulisan indah serta tidak melanggar aturan dalam agama islam. Penerapan lafadz masih memakai aturan khat tertentu namun dengan sedikit menolak aturan tersebut yaitu menambahkan beberapa improvisasi goresan.

Kesimpulan :

Penciptaan karya Seni Lukis Kaligrafi Islami, Ahmad Mustofa Bisri dipengaruhi latar belakang kehidupan. Konsep penciptaannya adalah lafadz doa dan dzikir. Ahmad Mustofa Bisri menyampaikan materi, mengajak dan mengingatkan tentang kebaikan doa dan dzikir dalam Seni Lukis Kaligrafi Islami. Lafadz doa dan dzikir divisualisasikan secara spontan, dinamis, ekspresif dan sederhana, dengan menekankan pada kedalaman makna dari lafadz kaligrafinya. Ahmad Mustofa Bisri dalam memvisualisasikan ide seni lukis dengan berpegang kaidah agama Islam ; berupa larangan menggambar yang menyerupai makhluk hidup.

Perbandingan dengan artikel saya Penciptaan seni lukis kaligrafi Islami karya Ahmad Mustofa Bisri lebih menonjolkan nilai-nilai estetika dan spiritualitas Islam, sementara pada Lukisan One: Number 31 karya Jackson Pollock cenderung pada ekspresionisme abstrak dan kurang memiliki elemen kaligrafi.

14. ANALISIS KARAKTERISTIK KARYA SENI LUKIS RADI ARWINDA

https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/index.php/artdesign/article/view/21331

Teori/Pendekatan : Teori Kritik Seni

Analisis :
Seni dapat memberikan kesembuhan bagi kesehatan mental dan fisik serta menjadi suatu bentuk terapi. Sesuai dengan kalimat tersebut, dapat diartikan bahwa melukis merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam melakukan terapi atau penyembuhan terhadap penyakit mental seseorang. Menurut penulis, metode ini dapat dihubungkan dengan bentuk terapi terhadap rasa kurang percaya diri seseorang, tidak terkecuali Radi Arwinda. Hal tersebut diperkuat kembali dengan beberapa hasil karya dari Radi Arwinda yang didalamnya memiliki karakteristik berupa potret dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kesimpulan :
Karakteristik dari karya lukis konvensional Radi Arwinda adalah penggunaan anatomi manusia yang dikombinasikan dengan anatomi hewan dimana hewan yang digambarkan terdiri dari babi dan kucing. Tidak jarang kombinasi yang dilakukan oleh radi arwinda terdiri dari gabungan antara anatomi makhluk hidup dengan benda mati, contohnya adalah kombinasi antara anatomi kucing dengan bentuk pesawat terbang. Adapun karakteristik dari latar belakang yang dibuat oleh Radi Arwinda, yaitu menggunakan motif batik Megamendung sebagai pelengkap dalam lukisannya.
Perbandingan dengan artikel saya memiliki perbedaan yang signifikan dalam gaya, teknik, dan ekspresi artistik. Radi Arwinda cenderung fokus pada unsur-unsur figuratif dengan sentuhan abstrak, sementara lukisan "One:Number 31" karya Jackson Pollock menonjolkan ekspresi abstraknya yang terkenal dengan teknik dripping.

15. ANALISIS ESTETIK KARYA SENI LUKIS HENDRA GUNAWAN BERJUDUL NELAYAN II

Teori/Pendekatan : Kualitatif

Analisis :

Karya yang dibuat sekitar perang kemerdekaan atau yang bernuansa revolusi, diantaranya berhasil mengungkapkan suasana masa itu. Karya- karyanya tersebut di buat di tempat kejadian, baik sketsa maupun lukisan. Menilik karya Hendra yang langsung dikerjakan di tempat kejadian, memperlihatkan tehnik yang khusus. Melukis langsung di tempat kejadian dituntut cepat, dan tidak seleluasa melukis di studio. Pengaruh tuntutan melukis cepat ini terlihat pada penggarapan lukisannnya. Warna- warna bayak tercampur di atas kanvas. Garis-garis di buat dengan jalan menoreh langsung di atas cat yang masih basah. Penggambaran obyek lukisan Hendra juga jauh dari pendekatan realisme optis ataupun realisme sosial sebagaimana S. Sujojono dalam salah satu kurun. Lukisan Hendra tahun 50-an ditandai dengan beragamnya tema, dan dengan corak lukisan yang cenderung digayakan.

Kesimpulan :

Pada karyanya yang berjudul Nelayan II, terdapat unsur garis yang didominasi oleh garis semu, bidang geometri tak ditemukan pada karya ini, penggunaan warna yang kontras dan terang serta tingkat saturasi yang tinggi terdapat pada beberapa visual objek. Perbedaan intensitas warna pada visual objek manusia menimbulkan kesan volume dan adanya perspektif pada lukisan sehingga menciptakan ruang semu.

Perbandingan pada artikel saya keduanya memerlukan penilaian terhadap elemen-elemen estetik seperti warna, komposisi, teknik penggambaran, serta ekspresi artistik. Hendra Gunawan cenderung menggunakan warna-warna cerah dan motif yang merefleksikan kehidupan sehari-hari, sementara lukisan "One: Number 31" karya Jackson Pollock dikenal dengan teknik aliran percikan cat yang abstrak.

16. ANALISIS LUKISAN LEE MAN FONG PERIODE 1950-1965 KOLEKSI ISTANA NEGARA

Teori/Pendekatan : Kualitatif

Analisis :

Lee Man Fong disebut-sebut sebagai salah satu tokoh penting dalam perkembangan seni lukis bergaya Cina diIndonesia. Lahir tahun 1913 dari keluarga seorang pejuang kemerdekaan Cina, Lee Man Fong sempat belajar melukis dari seorang guru bernama Lingnan. Pada 1932, Lee Man Fong hijrah ke Batavia dari Singapura. Atas bakat melukisnya yang luar biasa, Lee Man Fong mendapat undangan berpameran dari asosiasi Hindia Belanda pada 1936 di Belanda. Pada 1940, ia mendapat beasiswa dari Gubernur Jenderal Van Mook untuk belajar seni rupa diBelanda. Disana ia sempat tinggal beberapa saat sebelum akhirnya kembali pada akhir 1952 ke Indonesia. Pada saat itu ia bekerja untuk sebuah majalah bergambar di Jakarta bernama Nanyang Post, saat itulah Presiden Soekarno mengunjungi studionya dan menaruh perhatian pada karya-karyanya yang menurutnya bernuansa tenang dengan tampilan gambar-gambar alam, hewan, dan aktivitas kemasyarakatan. Menurut Presiden Soekarno, keterangan tersebut merupakan udara sejuk ditengah sibuknya suasana Revolusi. Beberapa lukisannya yang berjudul “Kerbau”, “Tiga Kuda”, “Merpati”, “Gadis Bali”, dan “Sepasang Kuda” merupakan sebagian kecil dari karya-karyanya yang sangat dikenal.

Kesimpulan :

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, seperti lukisan-lukisan Lee Man Fong yang terdapat pada koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia, ditilik dari beberapa teori yang digunakan, keberadaannya setara dengan relevansi kaidah-kaidah seni lukis tradisional Cina. Hal ini dapat ditelaah menggunakan kajian estetis menggunakan teori seni lukis Cina, salah satunya dengan Enam Hukum yang menjadi prinsip dasar teknikal yang tersirat pada tiap karyanya. Secara tematik, Lee Man Fong menyentuh segala aspek yang ada pada lukisan Cina di antaranya lukisan pemandangan, lukisan lanskap, lukisan figur dan potret, lukisan dunia satwa, lukisan impresionis dengan garapan visual lukisan Cina, dan banyak lainnya.

Perbandingan dengan artikel saya keduanya melibatkan perbedaan gaya, teknik, dan konteks sejarah seni rupa. Lukisan Lee Man Fong mungkin menunjukkan unsur-unsur tradisional, sementara "One: Number 31" cenderung lebih terlibat dalam ekspresionisme abstrak dengan penggunaan aliran dan teknik percikan cat.

17. ANALISIS LUKISAN KARYA MULYO GUNARSO

Teori/Pendekatan : Deskriptif kualitatif

Analisis : 

penciptaan karya-karya lukis Mulyo Gunarso adalah keprihatinannya terhadap permasalahan sosial dalam kehidupan sehari-hari yang ada di sekitarnya terutama permasalahan mengenai kebudayaan dan kerusakan alam lingkungan. Makna lukisan yang merupakan tujuan penciptaan karya lukis Mulyo Gunarso adalah untuk mengedukasi diri sendiri dan masyarakat agar peduli dan mau untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan tempat tinggalnya. Visualisasi karya lukis Mulyo Gunarso adalah dengan menggunakan cat akrilik dengan teknik plakat (opaque). Dan corak yang dari karya-karya lukis Mulyo Gunarso adalah realisme dengan penggarapan objek secara detail dan dengan tekstur yang halus.

Kesimpulan : 

Makna dari penciptaan karya-karya seni lukis Mulyo Gunarso adalah untuk sarana edukasi baik untuk diri sendiri, penikmat seni, maupun masyarakat umum. Gagasan untuk mengedukasi masyarakat supaya menjadi lebih peduli tehadap permasalahan sosial sehari-hari dan tentang kerusakan alam sekitar dapat tersampaikan dengan baik kepada audiens. Sehingga harapan Mulyo Gunarso berharap dengan penciptaan karyakarya lukisnya, maka audiens akan sejenak merenungi pesan yang terkandung dalam karya tersebut, lalu ia sadar sehingga tergugah rasa kepeduliannya untuk ikut menjaga kelestarian alam lingkungan disekitarnya.

Perbandingan artikel saya pada karya lukisan antara karya Mulyo Gunarso dan lukisan "One: Number 31" melibatkan elemen-elemen seperti gaya, tema, teknik penggambaran, dan pengaruh seniman. Untuk mendalami perbandingan ini, Anda dapat mengevaluasi ekspresi artistik, pemilihan warna, serta konteks historis dan budaya yang memengaruhi kedua karya tersebut.

18. ANALISIS ESTETIK LUKISAN JONI RAMLAN BEROBJEK SEPEDA

Teori/Pendekatan : Diskriptif kualitatif

Analisis : 

Lukisan Joni ramlan dengan objek sepeda yang digambarkan sebagai suatu obyek yang sarat dengan cerita. Joni melukiskan sepeda cenderung dengan keunikan karakter visual yang estetis dan konseptual yang dikandungnya. Sepeda juga digambarkan joni sebagai suatu obyek yang menjadi simbol tentang keras dan beratnya kehidupan penunggangnya.

Kesimpulan : 

Dari segi konsep estetik, dalam karya-karyanya yang berobjek sepeda Joni Ramlan cenderung menyoroti sepeda sebagai artifak yang merupakan simbol dari perjuangan kehidupan, sebuah sepeda tua dipiih Joni Ramlan merupakan simbol dari kehidupan masyarakat lapis bawah yang menggunakannya sebagai penunjang kebutuhan. Oleh karena itu sepeda yang dipilih Joni adalah sepeda tua yang kondisinya berkarat, berdebu, butut dan ringsek. yang penuh dengan perenungan, pendalaman, dan penghayatan. Menurut Joni sepeda memiliki kisah sepanjang kehidupan sekaligus menjadi saksi keberadaan pemiliknya. Joni memfokuskan pada sepeda yang dihadirkan karena memiliki narasi ganda, yaitu narasi tentang sepeda itu sendiri dan narasi penggunanya.

Perbandingan artikel dengan lukisan One: Number 31 dengan Lukisan Joni Ramlan berobjek sepeda memerlukan penilaian mendalam terhadap elemen-elemen visual, gaya, dan makna yang terkandung dalam karya-karya tersebut. Elemen warna, komposisi, garis, dan tekstur dapat menjadi titik fokus untuk memahami ekspresi artistik dan pesan estetik masing-masing lukisan.

19. Analisis Formal Karya Lukis Bayu Wardhana

Teori/Pendekatan : Edmund Burke Feldman

Analisis :

dalam lukisan karya Bayu wardhana berupa keindahan Alam beserta berbagai aktifitas kehidupan didalamnya. proses penciptaan lukisan Bayu wardhana dengan gaya on the spotdengan mendatangi objek tempat yang akan Ia lukis, proses melukis Bayu dengan prinsip mengejar sinar matahari, dengan memanfaatkan sinar matahari Ia sesegera mungkin menyelesaikan lukisannya untuk mendapatkan kesempurnaan gelap terang dalam objek lukisannya. Bentuk karya lukis dari Bayu Wadhana yaitu ekspresif-impresionis dengan goresan yang kasar dan tidak beraturan, ketegasan dan keberanian dalam menggores serta pengolahan warna yang bertumpuk dari berbagai warna dengan kesempurnaan gelap terang dapat terlihat dalm lukisannya.

Kesimpulan : 

Tema dalam lukisan karya Bayu wardhana berupa keindahan Alam beserta berbagai aktifitas kehidupan didalamnya. Tema tersebut yang menjadi konsep Bayu dalam melukis, karena Kecintaan Bayu terhadap alam membuatnya menemukan keindahan-keindahan didalamnya untuk dieksplor dan visualisasikan kekanvas. Sedangkan proses penciptaan lukisan Bayu wardhana dengan gaya on the spot agar lebih bebas berekspresi secara spontan dengan mendatangi objek tempat yang akan Ia lukis, proses dalam melukis Bayu dengan prinsip mengejar sinar matahari.

Perbandingan artikel saya yaitu lukisan One: Number 31 memiliki perbedaan gaya dan konteks artistik. Lukisan Bayu Wardhana mungkin mencerminkan gaya pribadinya, sementara "One: Number 31" karya Jackson Pollock dikenal sebagai ekspresionisme abstrak dengan penggunaan cat yang lebih bebas dan gerakan dinamis.

20. ANALISIS TEMA LUKISAN NATURALISME KARYA SUHENDRA HAMID PELUKIS SIMPASSRI MEDAN

Teori/Pendekatan : Deskriptif kualitatif

Analisis :

Suhendra Hamid adalah salah satu seniman Medan, Sumatera Utara, yang menekuni naturalisme dalam penciptaan karya lukisannya. Menampilkan ketekunan naturalisme yang mapan dan mengembangkan tema-tema yang berhubungan dengan alam. Ada lima jenis tema yang dapat diindetifikasi pada seni lukis naturalisme karya Suhendra Hamid. Dari setiap tema-tema menampilkan keterkaitan hubungan terhadap alam, lima jenis tema yang diklasifikasikan tersebut yaitu : tama alam, fauan, flora, buah, manusia dan alamnya. Karya lukis Suhendra Hamid mengekspreiksan tema-tema tentang alam.

Kesimpulan : 

Hamid pengklasifikasian tema ditentukan berdasarkan kriteria obyek-obyek apa saja yang muncul pada setiap karya, hingga dengan demikian tema-tema lukis naturalime karya Suhendra Hamid dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan ke dalam setiap jeni-jenis temanya. Karya lukis Suhendra Hamid yang berjumlah 26 karya diklasifikasikan ke dalam 5 jenis tema, yaitu tema alam, tema fauna, tema flora, tema manusia dan alamnya, dan tema buah. Untuk ke lima jenis tema tersebut terdapat 13 karya untuk tema alam, 5 karya tema fauna, 4 karya tema flora, 2 karya tema manusia dan alamnya dan 2 karya lagi untuk tema buah.

Perbandingan artikel saya perbandingan dengan lukisan "One: Number 31" karya Jackson Pollock mungkin sulit, karena Pollock dikenal dengan gaya abstrak ekspresionisnya. Perbedaan mendasar antara naturalisme Suhendra Hamid dan ekspresionisme abstrak Pollock melibatkan representasi objek nyata versus ekspresi emosional melalui goresan bebas dan tak terstruktur.

21.  Analisis Semiotika Peirce Pada Lukisan Wanita dan Kaktus Karya Citra Sasmita

Teori/Pendekatan : Charles Sanders Peirce

Analisis :

Citra Sasmita merupakan perupa Bali yang memiliki konsistensi berkarya dengan mengangkat tema wanita. Lukisan Ukisan Citra sendiri tidak selalu pada objek wanita dan tanaman saja, beberapa objek lain seperti daging, anak panah, kepala babi. Hal yang menarik dari kaktus yang dilukis oleh Citra adalah kaktus-kaktus ini tumbuh di tempat yang tidak biasanya seperti pada tubuh manusia, seperti mulut, perut, kaki dan vagina yang dilukis secara gamblang.

Kesimpulan : 

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan proses semiosis metaforis dan proses semiosis lainnya pada lukisan karya Citra Sasmita. Pada tahap pertama, peneliti mengidentifikasi proses semiosis metaforis dari tiap objek menggunakan dua skema yang berupa segitiga untuk mengenali similaritas dengan membandingkan kedua objek tersebut. Setelah proses semiosis metaforis maka selanjutnya adalah mendeskripsikan proses semiosis lainnya dengan menggunakan skema yang berupa segitiga yang menghubungkan representamen, objek dan interpretan. 

Perbandingan artikel dengan lukisan One: Number 31 memungkinkan kita melihat perbedaan dalam representasi simbol dan tanda. Citra Sasmita mungkin menggunakan simbol wanita dan kaktus untuk menyampaikan pesan simbolis, sementara lukisan "One: Number 31" lebih terfokus pada penggunaan tanda dan garis geometris untuk menyampaikan makna. Peirce memandang bahwa tiga elemen dasar dalam tanda adalah ikon, indeks, dan simbol.

22. KONSEP SENI PADA KARYA SENI LUKIS ANAK USIA 4 SAMPAI 8 TAHUN

https://ejournal.undaris.ac.id/index.php/waspada/article/view/99

Teori/Pendekatan : Affandi

Analisis : anak-anak yang melibatkan dirinya dalam berkarya seni, pandangan egosentrisnya terhadap dunia sebenarnya adalah pandangan akan dirinya sendiri. Pada masa kanak-kanak anak akan mengekspresikan segala hal yang ia inginkan tanpa batasan-batasan tertentu. Bahkan anak menggunakan imajinasinya untuk menceritakan dirinya atau peristiwa yang dialaminya. Karena keinginan anak untuk menunjukkan keberadaan dirinya atau dikenal dengan sifat egosentrisme, maka anak kerap menempatkan dirinya sebagai tokoh utama dalam sebuah cerita

Kesimpulan : representasi diri yang menceritakan anak dengan dirinya sendiri, anak dengan masa depan, anak dengan keluarga, anak dengan lingkungan rumah, anak dengan alam, anak dengan objek imajinasi atau khayalan, dan anak dengan teman sebaya.

Perbandingan dengan artikel saya Karya seni lukis anak usia 4 sampai 8 tahun cenderung mencerminkan ekspresi spontan dan imajinatif, sedangkan Lukisan One: Number 31 karya Jackson Pollock adalah contoh seni abstrak ekspresionis yang kompleks. Perbandingannya mencakup tingkat abstraksi, teknik penggunaan medium, dan pemahaman seni yang terkait dengan perkembangan kognitif dan emosional pada usia tersebut.

23. Analisis Formal Seni Lukis Soegeng Tokio Tahun 2000 - 2015

https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/brikolase/article/view/1577/1525

Teori/Pendekatan : Estetika

Analisis : 

estetika visual dari karya seni lukis Soegeng Toekio pada periode tahun tersebut. Bila memperhatikan hasil karya Soegeng Toekio yang menjadi topik penelitian ini, memunculkan bentuk-bentuk figur yang menyerupai bentuk figur dalam wayang beber yang menceritakan tentang legenda, mitos, cerita rakyat atau budaya dan tradisi yang berkembang di masa lalu, serta pilihan komposisi dari pengorganisasian unsur rupa dalam karyanya.

Kesimpulan :

Karya-karya Soegeng Toekio bertemakan tentang legenda, mitos, wayang, sejarah dan cerita rakyat yang berkembang dalam masya-rakat jawa. Kesatuan organis karya Soegeng Toekio disusun berdasarkan warna yang hampir senada, dan bentuk figur yang ditampilkan meng-gunakan teknik sungging wayang beber. Ide induk karya Soegeng Toekio ada pada tema yang diangkat dalam karya tersebut, yang kemudian dikembangkan dengan kemunculan figur-figur yang membangun sebuah suasana yang terangkai dalam sebuah peristiwa
Perbandingan dengan artikel saya memperlihatkan perbedaan gaya dan ekspresi. Lukisan Soegeng cenderung mengusung elemen-elemen tradisional Indonesia dengan warna-warna cerah, sementara "One: Number 31" karya Jackson Pollock menonjolkan abstraksi ekspresionis melalui teknik dripping yang dinamis.

24. ANALISIS NILAI ESTETIKA PADA KARYA SENI LUKIS ARYA SUDRAJAT DALAMPAMERAN “NGINDEUW”

Teori/Pendekatan : Estetika

Analisis :

Arya Sudrajat yang menciptakan karya menggunakan material barang bekas. Seniman Arya Sudrajat menggunakan kaleng, besi dan benda-benda yang berasal dari bahan logam lainnya untuk dijadikan sebagai objek lukisan dan material dalam karya seni instalasinya, hal ini ia lakukan sebagai bentuk respon kepada lingkungan tempat tinggalnya yaitu Desa Jelekong sebagai sentral industri lukisan. Bisa dibayangkan berapa banyak barang bekas yang sudah menumpuk di daerah tersebut tidak lain barang bekas tersebut berupa kaleng cat yang digunakan dalam memproduksi karya. Arya Sudrajat menampilkan karya-karyanya dalam sebuah pameran tunggal yang berjudul “Ngindeuw” yang berarti memungut dan pameran tersebut diselenggarakan di di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space.

Kesimpulan :

karya Arya Sudrajat yang berjudul Timbris#1, dapat diketahui unsur-unsur serta prinsip-prinsip seni rupa yang menjadi indikator nilai estetis atau nilai keindahan karya lukisnya. Unsur-unsur tersebut seperti titik, garis, bidang, ruang, warna, tekstur dan gelap terang. Sedangkan prinsip-prinsipnya adalah kesatuan, keseimbangan, irama dan center of interest. Meskipun terdapat beberapa unsur yang terdapat di dalam karya seni lukis Timbris#1, akan tetapi unsur yang paling menyimbolkan karakter dari objek (kaleng) aslinya adalah unsur garis karena terdapat dua jenis unsur garis yaitu garis lengkung dan garis zigzag.

Perbandingan artikel saya antara karya seni lukis Arya Sudrajat dan lukisan "One: Number 31" tidak dapat dibuat secara langsung karena keduanya berasal dari konteks, gaya, dan periode seni yang berbeda. Arya Sudrajat mungkin memiliki ciri khasnya sendiri, sementara lukisan "One: Number 31" ciptaan Jackson Pollock memiliki gaya abstrak ekspresionis yang unik.

25. ANALISIS KARAKTERISTIK KARYA SENI LUKIS SAPARUL ANWAR PERIODE TAHUN 2017-2022

Teori/Pendekatan : Kualitatif

Analisis : 

Terdapat beberapa seniman-seniman lombok yang bergaya Naif namun tidak seunik Saparul Anwar, hal yang membedakan dan yang menjadi unik dari Saparul Anwar adalah cara mengemas karyanya dengan pewarnaan konsep lokalitas yang dipinjam sebagai karakteristik warna dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik yang digunakan Saparul Anwar dalam melukis, mendeskripsikan gaya lukisan Saparul Anwar, mengidentifikasi tema-tema lukisan Saparul Anwar, mendeskripsikan pesan-pesan yang disampaikan Saparul Anwar dalam lukisannya, serta mengidentifikasi karakteristik lukisan Saparul Anwar.

Kesimpulan :

Gaya lukisan dari Saparul Anwar saat ini ialah gaya naif ekspressionis, yang mana perbedaannya dengan yang sebelumnya dalam pengerjaannya halus namun sekarang lebih kasar dan spontanitas namun terkonsep dan lebih berani dan liar. Tentu hal tersebut sudah menjadi hal lumrah bagi setiap seniman dalam melakukan perubahan gaya lukis dimana dipengaruhi oleh keadaan seniman itu sendiri dan faktor-faktor disekitar yang dialami dan ditemukan oleh seniman itu sendiri.

26. REPRESENTASI PESAN MORAL DALAM FILM RUDY HABIBIE KARYA HANUNG BRAMANTYO (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Teori/Pendekatan : Roland Barthes

Analisis : 

menyampaikan pesan moral terkait pembentukan keluarga harmonis, menekankan pada pemenuhan kewajiban perkawinan, komunikasi efektif antar pasangan, dan ketabahan pasangan dalam menjunjung tinggi Islam.

Kesimpulan : 

ditemukan hasil bahwa makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film rudy habibie, lebih dominan menunjukkan pesan moral religius.

Perbandingan dengan artikel saya film "Rudy Habibie" karya Hanung Bramantyo dapat dianalisis melalui pendekatan semiotika Roland Barthes, dengan fokus pada elemen-elemen simbolik, ikonik, dan indeksikal yang muncul dalam narasi visual dan verbal film tersebut. Sementara itu, lukisan "One: Number 31" oleh Jackson Pollock, sebagai karya seni abstrak ekspresionis, menawarkan representasi yang lebih bebas dan terbuka terhadap interpretasi.

27. Pohon Dalam Lukisan Sebagai Metafora Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan

http://digilib.isi.ac.id/14135/

Teori/Pendekatan : Vladimir Kush

Analisis : 

Pengkarya memilih untuk menggunakan seni metafora untuk mengilustrasikan dan memeriksa nilai pohon, untuk menarik perhatian pada dampak pohon terhadap lingkungan dan meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan. Melalui lukisan pengkarya, ada harapan dan tujuan yang ingin diraih, yakni demi dapat membantu memulihkan tempat-tempat yang rapuh dan memberi tahu orang-orang tentang sifat sistemik bioregion

Kesimpulan : 

pohon merupakan sumber kelangsungan hidup bagi semua makhluk hidup. Artis memilih judul “Pohon dalam Lukisan sebagai Metafora dan Dampaknya pada Kehidupan” dengan maksud untuk menciptakan representasi visual dari peran pohon dalam kehidupan kita. Melalui lukisan-lukisan pengkarya, pengamat dan penonton dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya menjaga dan melindungi pohon bagi generasi mendatang.

Perbandingan dengan artikel saya menyoroti perbedaan pendekatan seniman dalam menggunakan simbolisme dan ekspresi artistik. Artikel tersebut fokus pada pohon sebagai metafora dalam lukisan tradisional, sementara lukisan karya Jackson Pollock mengeksplorasi ekspresi melalui elemen-elemen abstrak seperti warna dan gerakan, menciptakan pengalaman visual yang intens.

28. AYAH DALAM SENI LUKIS REALIS KONTEMPORER

https://ejournal.unp.ac.id/index.php/serupa/article/view/112262

Teori/Pendekatan : Realisme Kontemporer

Analisis :

Menurut Cuato & Minarsih (2009) mengungkapkan bahwa karya seni rupa kontemporer merupakan karya seni rupa kekinian yang lebih cenderung mengangkat tentang tema sosial yang terjadi dalam masyarakat. Karya seni rupa kontemporer bercorak realis merupakan karya seni rupa kontemporer yang menampilkan bentuk nyata atau sesungguhnya dari alam dengan pemililihan objek lukisan yang disesuaikan dengan pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui karya seni. Margono dkk (2007). Berdasarkan uraian di atas, tujuan penulis pada penciptaan ini adalah untuk memvisualisasikan pentingnya peranan sosok seorang ayah bagi anakanaknya yang diungkapkan melalui karya seni lukis realis kontemporer.

Kesimpulan :

Karya karya yang penulis ciptakan hasil dari pengalaman, pemikiran, dan pengamatan penulis, tentang m fenomena sosial yaitu masih minimnya peranan ayah terhadap anak dan keluarganya. Maka dari itu penulis memvisualkan beberapa peranan penting seorang ayah terhadap anaknya, yang akan penulis ungkapkan dalam bentuk karya seni lukisan, dengan gaya lukisan realis kontemporer. 

Perbandingan dengan artikel saya Ayah dalam seni lukis realis kontemporer dapat membahas peran figur ayah dalam karya seni yang mencerminkan realitas saat ini. Sementara Lukisan One: Number 31 karya Jackson Pollock adalah abstrak ekspresionisme, fokus pada gestur dan gerakan, tanpa representasi figuratif.

29. Imajinasi Masa Kecil di Desa sebagai Sumber Ide dalam Penciptaan Karya Seni Lukis

http://103.104.177.181/index.php/brikolase/article/view/5398

Teori/Pendekatan : Teori LH Chapman

Analisis : 

Lukisan ini menjadi ekspresi kerinduan penulis terhadap kenangan masa kecilnya di desa, mencoba memvisualisasikan imajinasi dan kejadian serupa yang dia saksikan pada anak-anak masa kini.

Kesimpulan : 

Penciptaan lukisan ini tidak hanya menyajikan visualisasi penulis masa kecil, tetapi juga diharapkan memberikan nilai positif baik bagi penulis maupun penonton, mungkin dalam hal nostalgia, penghargaan terhadap masa lalu, atau inspirasi dari imajinasi kreatif.

Perbandingan dengan artikel saya melibatkan analisis elemen visual, tema, dan inspirasi. Artikel mungkin menjelaskan bagaimana imajinasi masa kecil di desa memengaruhi kreativitas seniman, sementara lukisan "One: Number 31" bisa dianalisis dari segi teknik, warna, dan pesan artistik yang ingin disampaikan.

30. EKSPRESI DALAM SENI PATUNG KARYA GIUSEPPE PONGOLINI

https://ejournal.uigm.ac.id/index.php/Besaung/article/view/2586

Teori/Pendekatan : Plato

Analisis :

Ekspresi dan Simbolisme dalam Karya Pongolini Menganalisis cara Giuseppe Pongolini menggambarkan kenyataan dan menyampaikan pesan simbolik melalui patung-patungnya yang menggunakan media besi dan Membahas keindahan estetika dan makna dari karya seni patung yang dihasilkan oleh Pongolini melalui media besi.

Kesimpulan :

Menyoroti pentingnya makna yang terkandung dalam ekspresi seni patung Giuseppe Pongolini serta bagaimana hal ini bisa memberikan wawasan tentang realitas lingkungan sosialnya.

Perbandingan dengan artikel saya antara seni patung Pongolini dan lukisan Pollock melibatkan elemen visual, konteks historis, dan pendekatan ekspresif yang unik pada setiap seniman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni dari dalam diri

Filsafat Seni